Saturday, July 28, 2018

Kerajaan Sunda/Pajajran (1030 - 1579 M)

Kerajaan Pajajaran merupakan nama lain dari Kerajaan Sunda ketika kerajaan ini beribukota di Pakuan Pajajaran (Bogor), Jawa Barat yang terletak di Parahyangan (Sunda). Kata Pakuan di kata Pakuan Pajajaran berasal dari kata Pakuwuan yang memiliki arti kota, kebiasaan pada masa lampau yang menyebut nama ibu kota sebagai nama kerajaan. Beberapa catatan menyebutkan bahwa Kerajaan  Pajajaran didirikan pada 923 Masehi oleh Sri Jayabhupati, seperti yang tertera dalam Prasasti Sanghyang Tapak (1030 M) yang ditemukan di kampung Pangcalikan dan Bantarmuncang, tepi Sungai Cicatih, Cibadak, Sukabumi.

Peta Kerajaan Sunda

  • Masa Awal Pakuan Pajajaran

Pada akhir 1400-an Majapahit mulai melemah. Pemberontakan terjadi dimana - mana, saling berebut kekuasaan antar saudara sedarah. Masa kejatuhan pemerintahan Brawijaya V ini kemudian menyebabkan kerabat Kerajaan Majapahit mengungsi ke ibukota Kerajaan Galuh di Kawali, Kuningan, Jawa Barat.

Raden Baribin merupakan kerabat dari Prabu Kertabumi yang ikut dalam pengungsian tersebut. Kerajaan Galuh menerima kedatangan Kerajaan Majapahit dengan damai dan bahkan  Raja Dewa Niskala menikahkan Raden Baribin dengan Ratna Ayu Kirana putri dari raja Kerajaan Galuh tersebut. Tak sampai disitu, Raja Galuh juga menikahi salahsatu keluarga pengungsi Majapahit rombongan Raden Baribin.

Pernikahan ini mengundang adanya kemarahan dari Kerajaan Sunda. Kerajaan Sunda menganggap bahwa Raja Galuh, Dewa Niskala dianggap menyalahi aturan yang sudah disepakati antara kedua kerajaan tersebut. Aturan ini adalah aturan yang keluar paska Peristiwa Bubat yang menyebutkan bahwa kerajaan Sunda Galuh dilarang menikah dengan kerajaan Majapahit.

Akibat dari hal tersebut, antara kedua kerajaan hampir terjadi peperangan antara kedua raja yang sebenarnya adalah besan. Penyebutan besan karena Jayadewata, anak dari Dewa Niskala menikahi putri dari Raja Sunda, Raja Susuktunggal. Untungnya, dewan penasehat dapat meredam amarah keduanya dan kemudian diputuskan dua raja tersebut turun tahta. Mereka harus menyerahkan posisi raja kepada putera mahkota yang ditunjuk oleh masing - masing kerajaan. Dewa Niskala kemudian menunjuk anaknya Jayadewata dan Prabu Susuktunggal juga menunjuk nama yang sama. Kemudian Jayadewata menyatukan kedua kerajaan dan menyandang nama Sri Baduga Maharaja memerintah di Pakuan Pajajaran pada 1482. Nama Pakuan Pajajaran kemudian terkenal sebagai nama kerajaan, terhitung ketika Jayadewata menyandang gelar Sri Baduga Maharaja tahun 1482.

Sumber Sejarah

Dari prasasti, naskah kuno, maupun catatan bangsa asing menceritakan antara lain wilayah kerajaan serta ibukota Pakuan Pajajaran. Cerita mengenai raja - raja Kerajaan Sunda yang menduduki ibukota Pakuan Pajajaran, terdapat perbedaan urutan antara naskah - naskah Babad Pajajaran, Carita Parahiangan serta Carita Waruga Guru.

Selain naskah babad, Pajajaran juga meninggalkan jejak lain, diantaranya :


https://sejarahdunia66.blogspot.com
                                                          Prasasti Batu Tulis, Bogor


 
Prasasti Kawali, Ciamis  
https://sejarahdunia66.blogspot.com
Prasasti Sanghyang Tapak, Sukabumi 
https://sejarahdunia66.blogspot.com
Prasasti Astanagede
Tugu Perjanjian Portugis (padrao), Kampung Tugu, Jakarta
Kitab cerita Kidung Sudayana dan Cerita Parahyangan
Taman perburuan, yang kini menjadi Kebun Raya Bogor
Berita dari Tome Pires (1513) dan Pigafetta (1522)
  • Sisi Geografis Kerajaan Pajajaran

Kerajaaan Pajajaran berada di Parahyangan (Sunda). Menurut Tome Pires (1513) dalam catatannya The Suma Oriantal menyebutkan bahwa ibukota Kerajaan Sunda atau disebut Dayo (dayeuh) berada sejauh dua hari perjalanan dari Sunda Kelapa (Batavia).
  • Kondisi Politik

Kerajaan Pajajaran yang berada di Jawa Barat berkembang dari abad ke 8 hingga 16. Berikut ini adalah raja - raja yang memerintah Kerajaan Pajajaran :
  1. Sri Baduga Maharaja (1482-1521)
  2. Surawisesa (1521-1535)
  3. Ratu Dewata (1535-1543)
  4. Ratu Sakti (1543-1551)
  5. Ratu Nilakendra (1551-1567
  6. Raga Mulya (1567-1579)
  7. Rahyang Niskala Wastu Kencana
  8. Rahyang Dewa Niskala
  9. Sri Baduga Maharaja
  10. Hyang Wuni Sora
  11. Ratu Samian (Prabu Surawisesa)
  12. Prabu Ratu Dewata

  • Kondisi Ekonomi

Kerajaan Pajajaran hidup dari pertanian dan perladangan. Selain itu Pajajran juga mengembangkan pelayaran serta perdagangan. Kerajaan Pajajaran memiliki enam pelabuhan penting, diantaranya Pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Sunda Kelapa (Batavia) serta Cimanuk (Pamanukan).
  • Kondisi Sosial Budaya

Penggolongan masyarakat Pajajaran adalah golongan seniman, petani, pedagang, serta golongan yang dianggap jahat seperti copet, rampok, begal, maling dll). Kehiduan Budaya Pajajarann banyak dipengaruhi oleh agama Hindu. Peninggalan budaya tersebut berupa Carita Parahyangan dan kitab Sangyang Siksakanda, prsasti serta jenis batik.
  •  Masa Kejayaan

Kerajaan Pajajaran mengalami masa keemasan pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja. Pembangunan pada masa Sri Baduga Maharaja menyangkut pada semua aspek kehidupan. Karya besar yang pernah di torehkan oleh Sang Maharaja adalah pembangunan talaga besar yang bernama Maharena Wijaya, membangun jalan ke arah ibukota Pakuan dan Wanagiri. Memberikan tanah perdikan kepada para pendeta untuk menggiatkan kegiatan keagamaan. Membangun Kabinihajian (kaputren), kesatrian (asrama prajurit), pagelaran (bermacam - macam formasi tempur), pamingtonan (tempat pertunjukkan), memperkuat angkatan perang kerajaann, membuat sistem pemungutan upeti kepada raja - raja bawahan serta menyusun undang - undang kerajaann.
Pembangunan fisik tersebut tertera pada Prasati kebantenan dan Batutulis. Dari kedua Prasasti serta Cerita Pantun dan Kisah dari Babad dapat diketahui bahwa Sri Baduga pernah membuat tanah perdikan, membuat Talaga Maharena Wijaya, memperteguh ibu kota, membuat Kabinhajian, kesatriaan, pagelaran, pamingtonan, memperkuat angkatan perang kerajaan Pajajaran, membuat sistem pemungutan upeti, serta menyusun undang - undang kerajaan.
  • Kehancuran

Pajajaran runtuh pada 1579 yang disebabkan oleh serangan dari kerajaan Sunda lain yaitu Kerajaan Banten. Hancurnya Kerajaan Pajajaran ditandai oleh diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana ke Keraton Surosowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf. Selain itu Maualan Yusuf juga membawa batu sebesar 200x160x20 cm dari Pakuan ke Banten. Hal ini dilkukan karena tradisi Pakuan Pajajaran menobatkan raja dengan batu tersebut. Dengan diboyongnya batu tersebut, maka menandakan Maulana Yusuf sebagai penerus kerajaan Sunda dan Kerajaan Pajajaran tidak lagi dapat menobatkan raja baru. Palangka Sriman dapat kita temukan di depan bekas Keraton Surosowan di Banten. Masyarakat Banten sendiri menyebutnya sebagai Watu Gilang yang memiliki arti mengkilap dan berseri yang memiliki arti sama dengan Sriman.
 

Friday, July 27, 2018

Kesultanan Demak


Demak adalah kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Kerajaan yang didirikan oleh Raden Patah ini pada awalnya adalah sebuah wilayah dengan nama Glagah atau Bintoro yang berada di bawah kekuasaan Majapahit. Majapahit mengalami kemunduran pada akhir abad ke-15. Kemunduran ini memberi peluang bagi Demak untuk berkembang menjadi kota besardan pusat perdagangan. Dengan bantuan para ulama Wali Sanga, Demak berkembang menjadi pusat penyebaran agama Islam di Jawa dan wilayah timur Nusantara.
Demak didirikan oleh Raden Patah (1500-1518) yang setelah naik takhta bergelar Sultan Alam Akbar al Fatah. Menurut Babad Tanah Jawa, Raden Patah adalah putra Brawijaya V (Raja Majapahit terakhir) dengan putri dari Campa Pada masa pemerintahannya, Demak berkembang pesat. Raden Patah memperkuat armada lautnya sehingga Demak berkembang menjadi negara maritim yang kuat. Dengan kekuatannya itu, Demak mencoba menyerang Portugis yang pada saat itu menguasai Malaka. Demak membantu Malaka karena kepentingannya turut terganggu dengan hadirnya Portugis di Malaka. Namun, serangan itu gagal. Di bidang keagamaan, Raden Patah dibantu Wali Sanga, menampilkan Demak sebagai pusat penyebaran Islam. Raden Patah kemudian membangun sebuah masjid yang megah, yaitu Masjid Agung Demak.
Raden Patah kemudian digantikan oleh Adipati Unus (1518-1521) Adipati Unus meninggal tanpa meningalkan putra sehingga seharusnya digantikan oleh adiknya, Pangeran Sekar Seda Lepen. Namun, Pangeran ini dibunuh oleh utusan kemenakannya yang lain, yaitu Raden Mukmin (nama kecil Sunan Prawoto) anak Pangeran Trenggana, Akibatnya yang menggantikan takhta Demak adalah adik Adipati Unus, yakni Pangeran Trenggana. la setelah naik takhta bergelar Sultan Trenggana. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Demak mencapai puncak kejayaannya. Wilayah kekuasaannya sangat luas, meliputi Jawa Barat (Banten, Jayakarta, dan Cirebon), Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Timur.
Sepeninggal Sultan Trenggana, Demak mengalami kemunduran. Terjadi perebutan kekuasaan Arya Penangsang anak Pangeran Sekar Sedo Lepen dengan Sunan Prawoto, putra sulung Sultan Trenggana. Sunan Prawoto kemudian dikalahkan oleh Arya Penangsang. Namun, Arya Penangsang kemudian berhasil juga dibunuh oleh Joko Tingkir, menantu Sultan Trenggana yang menjadi Adipati Pajang. Joko Tingki yang kemudian bergelar Sultan Hadiwijaya memindahkan pusat Kerajaan Demak ke Pajang.

  • Raja-Raja Kerajaan Demak

Kerajaan Islam Demak masa pemerintahan Raden Patah ( 1500 – 1518 )

Raden Patah pada masa sebelum mendirikan Kerajaan Demak terkenal dengan nama Pangeran Jimbun, dan setelah menjadi pendiri kerajaan Demak raja bergelar Sultan Alam Akbar al Fatah. kerajaan Demak menjadi kerajaan besar dan menjadi pusat penyebaran agama Islam yang penting Pada masa pemerintahan Raden Patah, dan Raden Patah juga membangun Masjid Agung Demak yang letaknya ditengah kota Alun-alun Demak.
Kedudukan Demak semakin penting peranannya sebagai pusat penyebaran agama Islam setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis. Namun, walaupun begitu hal itu suatu saat juga menjadi ancaman bagi kekuasaan Demak. Karena itu pada tahun 1513, Raden Patah mengutus putranya sendiri yaitu Pati Unus dan para armadanya diutus untuk menyerang Portugis di Malaka. Walau Serangan ke Malaka sudah dibantu oleh Aceh dan Palembang tetapi gagal dikarenakan kualitas persenjataan yang kurang memadai dibanding Portugis di Malaka.

Kerajaan Islam Demak masa pemerintahan Pati Unus ( 1518 – 1521 )

Pada tahun 1518 ketika Raden Patah sudah wafat kemudian pemerintahan Kerajaan Demak digantikan putranya sendiri yaitu Pati Unus. Pati Unus sangat terkenal sebagai panglima perang yang gagah berani dan pernah memimpin perlawanan terhadap Portugis yang telah menguasai Malaka. dan karena keberaniannya itu Pati Unus mendapatkan julukan Pangeran Sabrang lor. Ia juga mengirim Katir untuk mengadakan blokade terhadap Portugis di Malaka, hal itu mengakibatkan Portugis kekurangan bahan makanan.

Kerajaan Islam Demak masa pemerintahan Sultan Trenggono ( 1521 – 1546 )

Ketika Pati Unus wafat, pati unus tidak memiliki putra.jadi tahta kerajaan digantikan oleh adiknya yang bernama Raden Trenggono. dan di bawah pemerintahan Sultan Trenggono inilah pemerintahan Demak mencapai masa kejayaannya. Raden Trenggono dikenal sebagai raja yang sangat bijaksana dan gagah berani. dan berhasil memperlebar wilayah kekuasaannya yang meliputi dari Jawa Timur dan Jawa Barat.
Pada turun-temurun berdirinya demak sampai masa pemerintahan Raden Trenggono Musuh utama Demak adalah Portugis yang mulai memperluas pengaruhnya ke jawa Barat dan alhasil pihak portugis bisa mendirikan benteng Sunda Kelapa di jawa barat.
Pada tahun 1522 Sultan Trenggono mengirim tentaranya ke Sunda kelapa dibawah pimpinan Fatahillah yang bertujuan untuk mengusir bangsa Portugis dari sunda kelapa. Tahun 1527 Fatahillah dan para pengikutnya berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa. Dan Sejak saat itulah Sunda Kelapa diganti namanya menjadi Jayakarta yang artinya kemenangan yang sempurna danampai saat ini dikenal dengan nama Jakarta.
Sultan Trenggono yang berencana menyatukan pulau Jawa di bawah kekuasaan Demak dan untuk mewujudkan cita-cita itu Sultan Trenggono mengambil langkah cerdas sebagai berikut :
  • menyerang daerah Pasuruan di Jawa Timur ( kerajaan Hindu Supit Urang )
    dipimpin Sultan Trenggono sendiri, serangan ke Pasuruan tidak membawa hasil
    karena Sultan Trenggono meninggal
  • menyerang Jawa Barat ( Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon ) dipimpin
    Fatahillah
    mengadakan perkawinan politik. Misalnya :
    • Pangeran Hadiri dijodohkan dengan puterinya ( adipati Jepara )
    • Fatahillah dijodohkan dengan adiknya
    • Pangeran Pasarehan dijodohkan dengan puterinya ( menjadi Raja Cirebon )
    • Joko Tingkir dijodohkan dengan puterinya ( adipati Pajang )
  • Peninggalan Kerajaan Demak

Kerajaan Demak berdiri pada tahun 1475. Bukti sejarah yang mengabarkan tentang keberadaan kerajaan ini di masa lalu sudah cukup banyak didapatkan. Adapun beberapa bukti lain yang berupa peninggalan bersejarah seperti bangunan atau benda-benda tertentu juga masih terpelihara hingga sekarang. Beberapa bangunan atau benda peninggalan kerajaan Demak yaitu sebagai berikut :

 Masjid Agung Demak
 
Peninggalan Kerajaan Demak yang paling dikenal tentu adalah Masjid Agung Demak. Bangunan yang didirikan oleh Walisongo pada tahun 1479 ini masih berdiri kokoh hingga saat ini meski sudah mengalami beberapa renovasi. Bangunan ini juga menjadi salah satu bukti bahwa kerajaan Demak pada masa silam telah menjadi pusat pengajaran dan penyebaran Islam di Jawa. Jika Anda tertarik untuk melihat keunikan arsitektur dan nilai-nilai filosofisnya , datanglah ke masjid ini. Letaknya berada di Desa Kauman, Demak – Jawa Tengah.

Pintu Bledek
 
Dalam bahasa Indonesia, Bledek berarti petir, oleh karena itu, pintu bledek bisa diartikan sebagai pintu petir. Pintu ini dibuat oleh Ki Ageng Selo pada tahun 1466 dan menjadi pintu utama dari Masjid Agung Demak. Berdasarkan cerita yang beredar, pintu ini dinamai pintu bledek tak lain karena Ki Ageng Selo memang membuatnya dari petir yang menyambar. Saat ini, pintu bledek sudah tak lagi digunakan sebagai pintu masjid. Pintu bledek dimuseumkan karena sudah mulai lapuk dan tua. Ia menjadi koleksi peninggalan Kerajaan Demak dan kini disimpan di dalam Masjid Agung Demak.

 
Soko Guru adalah tiang berdiameter mencapai 1 meter yang berfungsi sebagai penyangga tegak kokohnya bangunan Masjid Demak. Ada 4 buah soko guru yang digunakan masjid ini, dan berdasarkan cerita semua soko guru tersebut dibuat oleh Kanjeng Sunan Kalijaga. Sang Sunan mendapat tugas untuk membuat semua tiang tersebut sendiri, hanya saja saat ia baru membuat 3 buah tiang setelah masjid siap berdiri. Sunan Kalijaga dengan sangat terpaksa kemudian menyambungkan semua tatal atau potongan-potongan kayu sisa pembuatan 3 soko guru dengan kekuatan spiritualnya dan mengubahnya menjadi soko tatal alias soko guru yang terbuat dari tatal.


Bedug dan kentongan yang terdapat di Masjid Agung Demak juga merupakan peninggalan Kerajaan Demak yang bersejarah dan tak boleh dilupakan. Kedua alat ini digunakan pada masa silam sebagai alat untuk memanggil masyarakat sekitar mesjid agar segera datang melaksanakan sholat 5 waktu setelah adzan dikumandangkan. Kentongan berbentuk menyerupai tapal kuda memiliki filosofi bahwa jika kentongan tersebut dipukul, maka warga sekitar harus segera datang untuk melaksanakan sholat 5 waktu secepat orang naik kuda.

                                                                Situs Kolam Wudlu

Situs kolam wudlu dibuat seiring berdirinya bangunan Masjid Demak. Situs ini dahulunya digunakan sebagai tempat berwudlu para santri atau musyafir yang berkunjung ke Masjid untuk melaksanakan sholat. Namun, saat ini situs tersebut sudah tidak digunakan lagi untuk berwudlu dan hanya boleh dilihat sebagai benda peninggalan sejarah.


adalah dinding berukir kaligrafi tulisan Arab yang menghiasi bangunan Masjid Demak. Maksurah tersebut dibuat sekitar tahun 1866 Masehi, tepatnya pada saat Aryo Purbaningrat menjabat sebagai Adipati Demak. Adapun tulisan dalam kaligrafi tersebut bermakna tentang ke-Esa-an Alloh.

                                           Dampar Kencana                                                 

Dampar kencana adalah singgasana para Sultan yang kemudian dialih fungsikan sebagai mimbar khutbah di Masjid Agung Demak. Peninggalan Kerajaan Demak yang satu ini hingga kini masih terawat rapi di dalam tempat penyimpanannya di Masjid Demak.

 
Piring Camapa adalah piring pemberian seorang putri dari Campa yang tak lain adalah ibu dari Raden Patah. Piring ini jumlahnya ada 65 buah. Sebagian dipasang sebagai hiasan di dinding masjid, sedangkan sebagian lain dipasang di tempat imam.

  • Kehidupan Politik Kerajaan Demak

Raja pertama dari Kerajaan Demak ialah Raden Patah yang bergelar Senapati Jumbung Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.
Pada tahun 1507, Raden Patah turun tahta dan digantikan oleh seorang putranya yang bernama Pati Unus. Sebelum diangkat menjadi Raja, Pati Unus sebelumnya sudah pernah memimpin armada laut kerajaan Demak untuk menyerang Portugis yang berada di Selat Malaka.
Sayangnya, usaha Pati Unus tersebut masih mengalami kegagalan. Namun karena keberaniannya dalam menyerang Portugis yang ada di Malaka tersebut, akhirnya Pati unus mendapat julukan sebagai Pangeran Sabrang Lor.
Lalu pada tahun 1521, Pati Unus wafat dan tahtanya digantikan oleh adiknya yang bernama Trenggana. Pada masa inilah kerajaan Demak mencapai pusak kejayaannya.
  • Kehidupan Ekonomi Kerajaan Demak

Kerajaan Demak telah menjadi salah satu pelabuhan terbesar yang ada di Nusantara, Demak memegang peran yang sangat penting dalam aktivitas perekonomian antarpulau.
Demak memiliki peran yang penting karena memiliki daerah pertanian yang lumayan luas dan menjadi penghasil bahan makanan seperti beras. Selain itu, perdagangannya juga semakin meningkat. Barang yang banyak diekspor yaitu Lilin, Madu dan Beras.
Barang-barang tersebut lalu diekspor ke Malaka melalui Pelabuhan Jepara. Aktivitas perdagangan Maritim tersebut telah menyebabkan kerajaan demak mendapat keuntungan sangat besar. Banyak kapal yang melewati kawasan laut jawa dalam memasarkan barang dagangan tersebut.

  • Kehidupan Sosial Dan Budaya 

Dalam kehidupan sosial dan budaya, rakyat kerajaan Demak sudah hidup dengan teratur. Roda kehidupan budaya dan sosial masyarakat Kerajaan Demak sudah diatur dengan hukum Islam sebab pada dasarnya Demak ialah tempat berkumpulnya para Wali Sanga yang menyebarkan islam di pulau Jawa.
Adapun sisa peradaban dari kerajaan Demak yang berhubungan dengan Islam dan sampai saat ini masih dapat kita lihat ialah Masjid Agung Demak. Masjid tersebut merupakan lambang kebesaran kerajaan Demak yang menjadi kerajaan Islam Indonesia di masa lalu.
Selain memiliki banyak ukiran islam (kaligrafi), Masjid Agung Demak juga memiliki keistimewan, yaitu salah satu tiangnya terbuat dari sisa sisa kayu bekas pembangunan masjid yang disatukan.
Selain Masjid Agung Demak, Sunan Kalijaga adalah yang mempelopori dasar-dasar perayaan Sekaten yang ada dimasa Kerajaan Demak. Perayaan tersebut diadakan oleh Sunan Kalijaga dalam untuk menarik minat masyarakat agar tertarik untuk memeluk Islam.
Perayaan Sekaten tersebut lalu menjadi sebuah tradisi atau kebudayaan terus menerus dipelihara sampai saat ini, terutama yang berada didaerah Cirebon, Yogyakarta dan Surakarta.

  •  Kejayaan Kerajaan Demak

Pada awal abad ke-16, Kerajaan Demak telah menjadi kerajaan yang kuat di Pulau Jawa, tidak satu pun kerajaan lain di Jawa yang mampu menandingi usaha kerajaan ini dalam memperluas kekuasaannya dengan menundukan beberapa kawasan pelabuhan dan pedalaman di nusantara.
Di bawah Pimpinan Pati Unus( Pangeran sabrang Lor )
Demak di bawah Pati Unus adalah Demak yang berwawasan nusantara. Visi besarnya adalah menjadikan Demak sebagai kerajaan maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa terancam dengan pendudukan Portugis di Malaka. Kemudian beberapa kali ia mengirimkan armada lautnya untuk menyerang Portugis di Malaka.
Di bawah Pimpinan Sultan Trenggana
Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawahnya, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546). Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto. Salah seorang panglima perang Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatera), yang juga menjadi menantu raja Trenggana. Sementara Maulana Hasanuddin putera Sunan Gunung Jati diperintah oleh Trenggana untuk menundukkan Banten Girang. Kemudian hari keturunan Maulana Hasanudin menjadikan Banten sebagai kerajaan mandiri. Sedangkan Sunan Kudus merupakan imam di Masjid Demak juga pemimpin utama dalam penaklukan Majapahit sebelum pindah ke Kudus.

  • Runtuhnya Kerajaan Demak

Setelah sultan trenggono wafat, terjadi konflik perebutan kekuasaan di antara anggota kerajaan. Penggnti sultan trenggono adalah Pangeran sedo lepen yang adalah saudara dari sultan trenggono, Ia di bunuh oleh anak dari sultan trenggono yaitu Pangeran Prawoto. Perebutan tahta terus berlanjut dan berkembang menjadi perang suadara. Putra dari pangeran sedo lepen yang bernama arya penangsang membunuh pangeran prawoto, dan mengambil alih tampuk kekuasaan.
Kemudian Joko tingkir (hadiwijaya) yang saat itu menjabat adipati pajang dan ki ageng pemanahan dan ki penjawi , arya penangsang berhasil dikalahkan dan di bunuh oleh anak angkat joko tingkir yang bernama sutawijaya. Setelah itu tahta kerajaan demak jatuh ketangan joko tingkir pada tahun 1568 M , Ia kemudian memindahkan ibukota demak ke pajang. dengan ini bisa di bilang jika kesultanan demak telah berakhir.



Kerajaan Sriwijaya

Kata Sriwijaya berasal dari kata "Sri" yang berarti bercahaya dan "Wijaya" yang berarti kemenangan atau kejayaan. Penamaan Sriwijaya pada negara lain memiliki nama yang berbeda - beda diantaranya oleh orang Cina menamakan Shih-li-fo-shih / San-fo-ts'i / San-fo-qi. Bahasa sansekerta menyebut Sriwijaya dengan nama Yavadesh dan Javadeh. Sedangkan bangsa arab menyebut Sriwijaya dengan Zabaj / Sribuza.
 
Peta Kerajaan Sriwijaya
 

Kerajaan Sriwijaya berdiri dari abad ke 7 hingga abad ke 14 Masehi dengan corak Buddha dan berada di Sumatera Selatan. Kerajaan maritim ini mampu menguasasi Sumatera, Jawa, Pesisir Kalimantan, Kamboja, Thailand Selatan serta Semenanjung Malaya. Bukti - bukti sejarah menjelaskan bahwa Kerajaan Sriwijaya berakhir pada abad ke 14 berasal dari prasasti - prasasti yang berasal dari Bangka, Ligor serta Nalanda. Walaupun apabila dilihat dari letaknya yang berbeda pulau, naun kebesaran serta pengaruh Sriwijaya sangat nyata. Hal ini dapat dibuktikan dari adanya berita dari Arab, India Cina yang menjalin hubungan Kerajaan Sriwijaya.

Sumber Sejarah Keberadaan Kerajaan Sriwijaya
Terdapat dua jenis sumber yang menceritakan keberadaan Kerajaan Sriwijaya yaitu sumber dari luar negeri dan sumber dari dalam negeri.

Sumber dari luar negeri
Sriwijaya sebagai Kerajaan Maritim yang menguasai kepulauan sekitar Sumatera dan Semenanjung Malaya membuat kerajaan ini berhubungan dengan perdagangan internasional secara langsung. Keberadaan Sriwijaya tercatat dalam beberapa sumber, diantaranya :
  • Berita Arab, sejarah mencatat adanya kegiatan perdagangan antara Sriwijaya dengan bangsa Arab, hal ini dibuktikan dengan adanya bekas perkampungan bangsa Arab. Selain itu Ibu Hordadheh menyebutkan adanya Raja Zabag yang menghasilkan emas setiap tahunnya seberat 206 kg. Berita lain menyebutkan bahwa Alberuni mengatakan Zabag berada lebih dekat dengan Cina dan India. Zabag terletak di Swarnadwipa (Pulau Emas). 
  • Berita Cina, I-Tsing seorang pengelana yang menimba ilmu ke India pernah singgah di Shi-li-fo-shih atau Sriwijaya selama enam bulan pada tahun 685 M. Ia belajar paramasastra serta bahasa Sansekerta. I-Tsing menuliskan bahwa kerajaan ini sangat maju dalam agama Buddha.
Sumber Dalam Negeri
Selain sumber dari luar negeri yang menjelaskan adanya Kerajaan Sriwijaya, prasati - prasasti juga menjelaskan tentang keberadaan Kerajaan maritim Sriwijaya di Nusantara, diantaranya :
  1. Prasasti Ligor  
    Prasasti ini ditemukan di daerah Nakhon Si Thammarat, Thailand Selatan. Prasasti ini berupa batu dengan pahatan. Sisi pahatan pertama disebut dengan nama Ligor A menjelaskan kegagahan raja Sriwijaya, raja dari segala raja yang telah mendirikan Trisamaya Caitya untuk Kajara. Pada sisi kedua atau disebut Ligor B menjelaskan adanya pemberian gelar Visnu Sesawarimadawimathana kepada Sri Maharaja yang berasal dari keluarga Sailendravamsa.

  1. Prasasti Palas Pasemah
    Prasasti ini ditemukan di pinggir rawa desa Palas Pasemah, Lampung Selatan. Prasasti ini berbahasa Melayu Kuno dan berakasara Pallawa. Prasasti Palas Pasemah menjelaskan aadanya kutukan kepada orang - orang yang tidak mau tunduk kepada Kerajaan Sriwijaya. Apabila dilihat dari aksaranya, prasasti ini diperkirakan berasal dari abad ke 7 Masehi.

  1. Prasasti Hujung Langit
    Prasasti ini ditemukan di Desa Haur Kuning, Lampung, berbahasa Melayu Kuno dan beraksara Pallawa. Isi prasasti ini belum diketahui karena tulisan yang ada di prasasti mengalami keausan. Namun ketika diidentifikasi lebih lanjut prasasti ini diperkirakan berangka tahun 997 Masehi dan isinya menjelaskan tentang pemberian tanah sima (tanah perdikan tanpa adanya pungutan pajak).

  1. Prasasti Kota Kapur
    Prasasti ini ditemukan di pesisir Pulau Bangka pada sisi barat pulau dengan bahasa Melayu Kuno dan beraksara Pallawa yang ditemukan pada Desember 1892 oleh seorang berkewarganegaraan Belanda J.K. van der Meulen. Isi dari prasasti ini menjelaskan tentang adanya kutukan bagi orang - orang yang membantah titah dari raja Sriwijaya.

  1. Prasasti Telaga BatuPrasasti ini ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru, Kelurahan 3 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Kota Palembang. Isi prasasti ini menjelaskan tentang kutukan bagi siapa saja yang melakukan perbuatan jahat di wilayah kerajaan Sriwijaya.

  1. Prasasti Kedukan Bukit
    Prassti ini ditemukan di Kampung Kedukan Bukit Kelurahan 35 Ilir, Palembang oleh M. Batenburg pada 29 November 1920. Ukuran dari prasasti Kedukan Bukit adalah 45 x 80 cm berbahasa Melayu Kuno dan beraksara Pallawa. Isi dari prasasti ini adalah menceritakan seorang utusan dari Sriwijaya yang bernama Dapunta Hyang, ia mengadakan sidhayatra atau perjalanan suci menggunakan perahu. Dalam perjalanannya, ia diiringi oleh 2.000 pasukan dan berhasil menaklukkan daerah - daerah lain. 

  1. Prasasti Talang Tuwo
    Prasasti ini ditemukan di kaki Bukit Seguntang, tepian utara Sungai Musi, Louis Constant Westenenk pada 17 November 1920. Prasasti ini berisi doa-doa dedikasi serta menggambarkan aliran Budha Mahayana, Budha yang dianut oleh Kerajaan Sriwijaya. Hal ini dibuktikan dengan digunakannya kata - kata seperti bodhicitta, vajrasarira, annuttarabhisamyaksamvodhi serta mahasattva yang merupakan kata - kata khas Budha Mahayana.

  1. Prasasti Leiden
    Prasasti ini ditemukan di India dan dikeluarkan oleh kerajaan Cola yang bernama Rajakesariwarman. Prasasti Leiden ditulis diatas sebuah lempengan tembaga dengan bahasa Sansekerta dan Tamil. Isi dari prasasti ini adalah menceritakan tentang hubungan baik antara dinasti Chola dari Tamil serta dinasti Sailendra dari Sriwijaya. 

  1. Prasasti Karang Berahi
    Prasasti ini ditemukan di tepian Batang Merangin, Dusun Batu Bersurat, Desa Karang Berahi, Kecamatan Pamenang, Merangin, Jambi pada 1904 oleh L.M. Berkhout. Isi dari prasasti ini menjelaskan tentang kutukan kepada siapa saja yang berbuat jahat serta tidak setia kepada Raja Sriwijaya.

Masa Kejayaan Sriwijaya
Masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya dicapai pada masa pemerintahan Balaputradewa. Hal ini didasarkan adanya hubungan Kerajaan Sriwijaya dengan Dewapaladewa dari Kerajaan Benggala, India untuk mendirikan biara bagi para mahasiswa serta pendeta Sriwijaya yang belajar di Nalanda seperti yang tertera dalam Prasasti Nalanda. Sriwijaya juga pernah menjadi pusat pendidikan serta pengembangan agama Budha, hal ini dibuktikan oleh catatan dari I-Tsing pada tahun 685 M, seorang yang berasal dari Cina yang singgah di Sriwijaya selama enam bulan untuk belajar bahasa Sansekerta.Wilayah kerajaan Sriwijaya pada saat itu adalah hampir seluruh pulau Sumatera, Semenanjung Malaya, Jawa Barat, serta Kalimantan Barat.

Kemunduran dan Keruntuhan Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya mulai melemah pada periode antara 1178 hingga 1225 yang disebabkan oleh penaklukan kerajaan Melayu- Jambi. Ada beberapa faktor mengapa Kerajaan Sriwijaya dapat runtuh, berikut adalah uraiannya :
  1. Kerajaan Chola dari India menyerang Sriwijaya pada 1017 dan 1025. Kedua serangan ini membuat armada perang Sriwijaya luluh lantah dan membuat perdagangan wilayah Asia Tenggara dan Malaka khususnya jatuh pada kekuasaan Chola, namun Kerajaan Sriwijaya masih berdiri.
  2. Kekuatan militer Sriwijaya melema dan menyebabkan munculnya Dharmasraya dan Pagaruyung yang melepaskan diri dari Sriwijaya dan kemudian menguasai wilayah Sriwijaya di Semenanjung Malaya, Sumatera serta Jawa Barat.
  3.  Melemahnya sektor ekonomi Sriwijaya yang berimbas pada pemasukan Sriwijaya. Pajak yang diambil dari pedagang yang melakukan aktivitas di wilayah Sriwijaya mulai berkurang seiring berkurangnya wilayah Sriwijaya atas serangan - serangan oleh kerajaan lain.
  4. Berhasilnya ekspedisi pamalayu oleh kerajaan Singasari dari Jawa.
Raja - Raja Kerajaan Sriwijaya
Berikut ini adalah raja - raja yang memerintah Kerajaan Sriwijaya :
  1. Dapunta Hyang Sri Yayanaga (dibuktikan dalam Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 M dan Prasasti Talangtuo pada 684 M)
  2. Cri Indrawarman (dibuktikan dalam berita dari Cina pada tahun 724 M)
  3. Rudrawikrama (dibuktikan dalam berita dari Cina pada tahun 724 M)
  4. Wishnu (dibuktikan dalam Prasasti Ligor pada tahun 775 M)
  5. Maharaja (dibuktikan dalam berita dari Arab pada 851 M)
  6. Balaputradewa (dibuktikan dalam Prasasti Nalanda pada tahun 860 M)
  7. Cri Udayadityawarman (dibuktikan dalam berita dari CIna pada 960 M)
  8.  Cri Udayaditya (dibuktikan dalam berita dari Cina pada 962 M)
  9. Cri Cudamaniwarmadewa (dibuktikan dalam berita dari Cina pada 1003 M serta Prasasti Leiden pada 1044 M)
  10. Maraviyatunggawarman (dibuktikan dalam Prasasti Leiden pada tahun 1044 M)
  11. Cri Sanggrama Wijayatunggawarman (dibuktikan dalam Prasasti Chola pada 1004 M)
Peninggalan Bangunan Kerajaan Sriwijaya
Sriwijaya meninggalkan bangunan - bangunan diantaranya Candi Kotamahligai, Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Kembar Batu, Candi Astono, Candi Kedaton, Candi Gedong I dan II, Situs Muarojambi serta Kolam Telagorajo.
 



Keadaan Sosial dan Budaya
Sriwijaya merupakan kerajaan Budha yang terbesar pada masanya terbukti dengan dijadikannya Sriwijaya sebagai perguruan tinggi dalam hal pengembangan serta pusat pendidikan Budha. I-Tsing, seorang pengelana dari Cina perna menetap di Sriwijaya selama 6 tahun untuk mendalami agama Budha. Karya yang dihasilkan oleh I-Tsing yaitu Ta Tiang si-yu-ku-fa-kao-seng-chuanyang selesai ditulis pada 692 M.

Monday, July 23, 2018

Kerajaan Singasari

 

Kerajaan Singhasari (1222-1293) adalah salah satu kerajaan besar di Nusantara vang didirikan oleh Ken Arok pada 1222. Sejarah Kerajaan Singasari berawal dari Kerajaan Tumapel, yang dikuasai oleh seorang akuwu (bupati). Letaknya di daerah pegunungan yang subur di wilayah Malang dengan pelabuhannya bernama Pasuruan. 

Dari daerah inilah Kerajaan Singosari berkembang dan bahkan menjadi sebuah kerajaan besar di Jawa Timur, terutama setelah berhasil mengalahkan Kerajaan Kediri dalam pertempuran di dekat Ganter tahun 1222 M. Kerajaan Singosari mencapai puncak kejayaan ketika dipimpin oleh Raja Kertanegara (1268-1292) yang bergelar Maharajadhiraja Kertanegara Wikrama Dharmottunggadewa.
Ken Arok merebut daerah Tumapel, salah satu wilayah Kerajaan Kediri yang dipimpin oleh Tunggul Ametung, pada 1222. Ken Arok pada mulanya adalah anak buah Tunggul Ametung, namun ia membunuh Tunggul Ametung karena jatuh cinta pada istrinya, Ken Dedes. Ken Arok kemudian mengawini Ken Dedes. Pada saat dikawini Ken Arok, Ken Dedes telah mempunyai anak bernama Anusapati yang kemudian menjadi raja Singosari (1227-1248). Raja terakhir Kerajaan Singosari adalah Kertanegara Ken Arok, Sumber-sumber sejarah Kerajaan Singosari berasal dari:
  • Kitab Pararaton, menceritakan tentang raja-raja Singasari.
  • Kitab Negarakertagama, berisi silsilah raja-raja Majapahit yang memiliki   hubungan erat dengan raja-raja Singasari.
  • Prasasti-prasasti sesudah tahun 1248 M.
Kerajaan Singosari yang pemah mengalami kejayaan dalam perkembangan sejarah Hindu di Indonesia pernah diperintah oleh raja-raja sebagai berikut. Raja Ken Arok Setelah kemenangannya dalam pertempuran melawan Kerajaan Kediri, Ken Arok memutuskan untuk membuat dinasti Bhattara serta membangun kerajaan baru dengan nama Kerajaan Singasari.
Ken Arok sebagai raja pertama Kerajaan Singasari bergelar Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi dan dinastinya bernama Dinasti Girindrawangsa (Dinasti Keturunan Siwa). Pendirian dinasti ini bertujuan menghilangkan jejak tentang siapa sebenarnya Ken Arok dan mengapa ia berhasil mendirikan kerajaan. Di samping itu, agar keturunan-keturunan Ken Arok (bila suatu saat menjadi raja besar) tidak ternoda oleh perilaku dan tindakan kejahatan yang pemah dilakukan oleh Ken Arok. Raja Ken Arok memerintah pada tahun 1222-1227 M. Masa pemerintahan Ken Arok diakhiri secara tragis, saat ia dibunuh oleh kaki tangan Anusapati, yang merupakan anak tirinya (anak Ken Dedes dengan suami pertamanya Tunggul Ametung).
 
https://sejarahdunia66.blogspot.com

Raja Anusapati Dengan meninggalnya Ken Arok, tahta Kerajaan Singasari langsung dipegang oleh Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahan yang cukup lama itu (1227-1248 M), Anusapati tidak melakukan pembaruan-pembaruan, karena Anusapati larut dengan kegemarannya sendiri, yaitu menyabung ayam.

Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai kepada putra Ken Arok dengan Ken Umang yang bernama Tohjaya. Tohjaya mengetahui bahwa Anusapati suka menyabung ayam, karena itu Anusapati diundang untuk menyabung ayam di Gedong Jiwa (tempat kediaman Tohjaya). Saat Anusapati sedang asyik melihat aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjaya mencabut keris Empu Gandring yang dibawa Anusapati dan langsung menusukkan ke punggung Anusapati hingga ia meninggal.

Raja Tohjaya Dengan meninggalnya Anusapati, tahta kerajaan dipegang oleh Tohjaya. Tohjaya memerintah Kerajaan Singasari hanya beberapa bulan saja (1248 M), karena putra Anusapati yang bernama Ranggawuni mengetahui perihal kematian Anusapati. Ranggawuni yang dibantu oleh Mahesa Cempaka menuntut hak atas tahta kerajaan kepada Tohjaya. Tetapi Tohjaya mengirim pasukannya untuk menangkap Ranggawuni dan Mahesa Cempaka. Rencana Tohjaya telah diketahui oleh Ranggawuni dan Mahesa Cempaka, sehingga keduanya melarikan diri sebelum pasukan Tohjaya menangkap mereka.

Untuk menyelidiki persembunyian Ranggawuni dan Mahesa Cempaka, Tohjaya mengirim pasukan di bawah pimpinan Lembu Ampal. Namun, Lembu Ampal akhirnya menyadari bahwa yang berhak atas tahta kerajaan ternyata Ranggawuni, maka ia berbalik memihak Ranggawuni dan Mahesa Cempaka. Ranggawuni yang dibantu Mahesa Cempaka dan Lembu Ampal berhasil merebut tahta kerajaan dari tangan Tohjaya. Selanjutnya Ranggawuni menduduki tahta Kerajaan Singasari.

Raja Wisnuwardhana Ranggawuni naik tahta atas Kerajaan Singasari dengan gelar Sri JayaWisnuwardhana dibantu oleh Mahesa Cempaka dengan gelar Narasinghamurti. Mereka memerintah bersama Kerajaan Singasari (1248-1268 M). Wisnuwardhana sebagai raja, Narasinghamurti sebagai Ratu Angabhaya. Pemerintahan kedua penguasa tersebut membawa keamanan dan kesejahteraan. 

Pada tahun 1254 M, Wisnuwardhana mengangkat putranya sebagai Yuvaraja (raja muda) dengan maksud untuk mempersiapkan putranya yang bernama Kertanegara menjadi seorang raja besar di Kerajaan Singasari. Setelah Wisnuwardhana meninggal dunia (dialah satu-satunya raja yang meninggal tidak terbunuh di Kerajaan Singasari), tahta Kerajaan Singasari beralih kepada Kertanegara.

Raja Kertanegara RajaKertanegara (1268-1292 M) merupakan raja terkemuka dan raja terakhir dari Kerajaan Singasari. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Singasari mencapai masa kejayaannya. Stabilitas kerajaan yang diwujudkan pada masa pemerintahan Raja Wisnuwardhana disempurnakan lagi dengan tindakan-tindakan yang tegas dan berani. Setelah keadaaan Jawa Timur dianggap baik, Raja Kertanegara melangkah ke luar Jawa Timur untuk mewujudkan cita-cita persatuan seluruh Nusantara di bawah panji Kerajaan Singasari.

Upaya yang ditempuh Raja Kertanegara dapat dilihat dari pelaksanaan politik dalam dan luar negeri. Dalam rangka mewujudkan Stabilitas politik Kerajaan Singasari, Raja Kertanegara menempuh jalan sebagai berikut.

Kebijakan dalam negeri 
A.   Pergantian pejabat kerajaan, bertujuan menggalang pemerintahan yang kompak.
B.   Memelihara keamanan dan melakukan politik perkawinan. Tujuannya menciptakan kerukunan dan politik yang stabil.

Kebijakan Luar Negeri 
A.  Menggalang persatuan 'Nusantara' dengan mengutus ekspedisi tentara Pamalayu ke Kerajaan Melayu (Jambi). Mengutus pasukan ke Sunda, Bali, Pahang.
B.     Menggalang kerjasama dengan kerajaan lain. Contohnya menjalin persekutuan dengan kerajaan Campa.

Dari tindakan-tindakan politik Kertanegara tersebut, di satu sisi Kertanegara berhasil mencapai cita-citanya memperluas dan memperkuat Singasari, tetapi dari sisi yang lain muncul beberapa ancaman yang justru berakibat hancurnya Singasari. Ancaman yang muncul dari luar yaitu dari tentara Kubilai-Khan dari Cina Mongol karena

Kertanegara tidak mau mengakui kekuasaannya bahkan menghina utusan Kubilai-khan yaitu Meng-chi. Dari dalam adanya serangan dari Jayakatwang (Kadiri) tahun 1292 yang bekerja sama dengan Arya Wiraraja Bupati Sumenep yang tidak diduga sebelumnya. Kertanegara terbunuh, maka jatuhlah Singasari di bawah kekuasaan Jayakatwang dari Kediri. Setelah Kertanegara meninggal maka didharmakan/diberi penghargaan di candi Jawi sebagai Syiwa Budha, di candi Singasari sebagai Bhairawa. Di Sagala sebagai Jina (Wairocana) bersama permaisurinya Bajradewi. Untuk memperjelas pemahaman Anda, tentang candi Singosari tempat Kertanegari di muliakan,
Dalam kehidupan ekonomi, walaupun tidak ditemukan sumber secara jelas. Ada kemungkinan perekonomian ditekankan pada pertanian dan perdagangan karena Singosari merupakan daerah yang subur dan dapat memanfaatkan sungai Brantas dan Bengawan Solo sebagai sarana lalu lintas perdagangan dan pelayaran.

Friday, July 20, 2018

Kerajaan Kalingga

Peta Kerajaan Kalingga

Kerajaan Holing (Kalingga) diperkirakan berkembang sekitar pada abad ke-7 Masehi sampai abad ke-9 Masehi dan merupakan kerajaan bercorak Hindu. Dimanakah letak pusat Kerajaan Kalingga sampai saat ini masih belum dapat diketahui secara pasti.
Menurut berita dari Cina (dinasti Tang), Kalingga disebut She-Po dan letaknya berada di Pantai Utara Jawa. Pendapat lain J.L. Moens menyatakan bahwa Kalingga berada di Semenanjung Malaya. Lain lagi pendapat dari W.P. Meyer, ia menyatakan bahwa Kerajaan Kalingga berada di Jawa Tengah.


Sumber sejarah keberadaan Kerajaan Kalingga dapat diketahui dari prasasti yang ditemukan dan berita dari Cina, yaitu sebagai berikut:
  • Prasasti Tuk Mas, ditemukan di lereng sebelah barat Gurung Merapi desa Lebak, Kec Grabag, Kab. Magelang. Prasasti ini berisi tentang pujian kepada mata air yang keluar dari celah bebatuan bagaikan Sungai Gangga. Prasasti Tuk Mas bertuliskan huruf Pallawa dan menggunakan bahasa Sansekerta.
  • Prasasti Sojomerto, prasasti ini ditemukan di Desa Sojomerto, Kec. Reban, Kab. Batang, Jateng. Prasasti ini menggunakan huruf Kawi dan memakai bahasa Melayu Kuno. Prasasti Sojomerto berisi cerita tentang keluarga Dapunta Salendra. Menurut Prof. Drs. Boechari Dapunta Salendra merupakan cikal bakal raja-raja keturunan Wangsa Syailendra.
  • Berita Cina dari Dinasti Tang yang menyebutkan adaya Kerajaan Holing yang lokasinya ada di Cho-Po (Jawa).
  • Berita dari I-Tsing, pendeta Buddha dari China.

Kerajaan Kalingga diperintah oleh Ratu Shima pada tahun 647 M, Ratu Sima dikenal sebagai ratu yang bertindak adil dan bijaksana. Ratu Shima  merupakan ratu yang sangat tegas, sebagai bukti ketegasan Ratu Shima menghukum putranya sendiri yang melanggar aturan.
Ratu Shima beragama Hindu aliran Syiwa dan pada masa pemerintahaannya Kerajaan Kalingga mengalamai masa keemasan.
Dalam naskah Carita Parahyangan, Ratu Shima menikah dengan Mandiminyak (putra mahkota Kerajaan Galuh). Kemudian Mandiminyak menjadi raja Kedua dari Kerajaan Galuh. Ratu Shima memiliki cucu yang bernama Sanaha.
Kemudian Sanaha menikah dengan raja ketiga Kerajaan Galuh yang bernama Bratasenawa, dari pernikahan itu dikaruniai seorang anak bernama Sanjaya.
Setelah Ratu Shima meninggal pada tahun 732 M, Sanjaya akhirnya menjadi Raja Kerajaan Kalingga bagian utara, yang selanjutnya nama Kerajaan Kalingga utara tersebut disebut dengan Bumi Mataram.
Setelah itu Raja Sanjaya mendirikan Dinasti Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno. Dinasti Kerajaan adalah sistem kerajaan dimana pemimpin kerajaan dan penerusnya berasal dari anak cucunya.


Peninggalan Kerajaan Kalingga

Prasasti Tukmas

Prasasti Tukmas bertuliskan huruf Pallawa dan menggunakan bahasa Sansekerta. Prasasti ini ditemukan di Dusun Dakawu, Desa Lepak, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah tepatnya di lereng Barat Gunung Merapi.
Prasasti ini bertuliskan tentang mata air yang jernih dan bersih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga yang berada di India. Pada Prasasti Tuk Mas juga terdapat gambar-gambar seperti kendi, kelasangka, trisula, cakra, bunga teratai dan kapak.


Prasasti Sojomerjo

Prasasti Sojomerjo bersifat keagamaan Siwais dan ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Prasasti Sojomerjo bertuliskan huruf Kawi dan berbahasa Melayu Kuno serta berasal dari kira-kira abad ke-7 M.
Prasasti ini berisi keluarga dari tokoh utama Dapunta Selendra yaitu ayahnya bernama Santanu sedangkan ibunya bernama Bhadrawati lalu istrinya bernama Sampula. Menurut Prof. Drs. Boechari, Dapunta Selendra merupakan cikal bakal raja-raja keturunan Wangsa Sailendra yang kemudian berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu.

Candi Angin

Candi Angin merupakan candi yang ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.

Candi Bubrah


Candi Bubrah juga ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Kedua temuan candi ini dapat menunjukan bahwa kawasan pantai utara Jawa Tengah pada zaman itu berkembang kerajaan bercorak Hindu Siwais.


Kehidupan Politik dan Ekonomi Kerajaan Kalingga


Kehidupan politik Kerajaan Kalingga, pemerintah tertinggi diserahkan kepada 4 orang maha menteri. Keempat maha menteri tersebut mengatur penguasaan atas 28 kerajaan kecil yang berada di Jawa Tengah dan kemungkinan juga di Jawa Timur.

Kehidupan ekonomi Kerajaan Kalingga, dibidang sosial masyarakat hidup dengan teratur, telah mengenal tulisan serta mengenal ilmu pengetahuan dan astronomi. Bahasa yang digunakan adalah bahasa K'un-lun.

Dibidang sosial-budaya, masyarakat Kerajaan Kalingga telah mengenal lembaga masyarakat yang memiliki fungsi dan tugas yang jelas. Hukum dan undang-undang dilaksanakan oleh masyarakat.


Runtuhnya Kerajaan Kalingga


Penyebab runtuhnya Kerajaan Kalingga adalah karena ditaklukan oleh kerajaan lain yaitu Kerajaan Sriwijaya. Runtuhnya Kerajaan Kalingga (Holing) kira-kira terjadi pada tahun 752 M.

Setelah ditaklukan, Kerajaan Kalingga menjadi bagian dari jaringan perdagangan Hindu bersama Kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Malayu yang sebelumnya telah ditaklukan Kerajaan Sriwijaya.




Itulah ulasan tentang Sejarah Kerajaan Kalingga.
Semoga apa yang diulas diatas bermanfaat bagi pembaca. Sekian dan terimakasih.

Sumber : Internet