Kemajuan dan
Kemunduran Bangsa Median
Bangsa
Mede atau Median merupakan suku Iran purba yang tinggal di kawasan Teheran,
Hamedan, Azerbaijan, Provinsi Isfahan Utara. Pada milenium kedua dan ketiga, Bangsa Arya hijrah ke Iran
dan mendirikan kekaisaran pertama Iran, Kekaisaran Media (728-550 SM). Sejarah
awal Persia meliputi Persia sendiri dan negara-negara tetangganya yang
mempunyai persamaan dalam hal budaya dan bahasa. Ketika itu, negara-negara ini
diperintah oleh kekaisaran-kekaisaran seperti Media dan Achaemeneid.[1]
Berdasarkan catatan-catatan sejarah, diketahui bahwa peradaban Persia maju
karena sebelumnya menaklukan kekaisaran Media yang dipimpin oleh Cyrus yang
Agung.
Menurut
sejarawan Herodotus, Cyrus bersama Harpagus yang merupakan sahabat
sekaligus penasihatnya, menggerakkan rakyat Persia untuk memberontak melawan
tuan-tuan feodal mereka, yakni orang Median. Ada kemungkinan bahwa baik
Harpagus maupun Cyrus memberontak karena ketidakpuasan mereka dengan
kebijakan Astyages, raja Median yang lalim. Awal pemberontakan terjadi di
musim panas 553 SM, Harpagus dan Cyrus, memimpin tentara melawan orang Madai
hingga penaklukan Ecbatana pada tahun 549 SM, secara efektif meruntuhkan
Kekaisaran Median.
Setelah
Cyrus Agung menerima mahkota Median 546 SM, ia secara resmi diberi gelar
"Raja Persia" sebagai pengganti Astyages. Semua pengikut Astyages
(termasuk banyak kerabat Cyrus) sekarang di bawah komandonya. Pamannya Arsames,
yang sebelumnya menjadi raja negara-kota Madai-Parsa juga harus menyerahkan
tahtanya. Pengalihan kekuasaan ini tampaknya terjadi secara damai, dan Arsames
masih tetap menjadi gubernur. Setelah Cyrus menaklukan wilayah Median, lalu ia
mendirikan sebuah kerajaan yakni kerajaan Achaemenid. Yang mana kerajaaan
Achaemeneid ini merupakan pencetus peadaban Persia.
Cyrus Yang Agung
Cyrus
dilahirkan sekitar tahun 590 SM di propinsi Persis (sekarang Fars), barat daya
Iran, merupakan propinsi Kerajaan Medes. Cyrus berasal dari keturunan penguasa
lokal yang merupakan bawahan Raja Medes.
Cyrus
yang Agung merupakan pendiri imperium Persia. Memulai karirnya sebagai penguasa
kecil di Tenggara Iran, dia menggulingkan tiga imperium besar, yakni Medes,
Lydia, dan Babylonia dan mempersatukan sebagian besar Timur Tengah Kuno menjadi
satu negara yang membentang dari India sampai laut Mediterania.[2]
Tradisi
terdahulu menciptakan legenda menarik yang mengingatkan pada raja Oedipus.
Menurut dongeng, Cyrus adalah cucu Astyages Raja Medes. Sebelum Cyrus lahir
Astyages mimpi bahwa cucunya suatu saat akan menjatuhkannya dari tahta kerajaan
maka dari itu beliau memerintahkan supaya semua bayi yang lahir dibunuh sampai
habis. Tetapi pejabat yang dipercaya tidak tega dan memerintahkan orang lain
yaitu penggembala dan istrinya supaya membunuh bayi. Tetapi juga mereka tidak tega
dan malah memelihara bayi tersebut hingga dewasa. Akhirnya terbukti memang bayi
tersebut betul-betul menumbangkan raja dari tahtanya.
Pada
masa penguasaannya Cyrus, dia mampu menghalau tiga kerajaan besar yaitu
Kerajaan Medes, Kerajaan Lydian dan Kerajaan Babilon dan menyatukan hampir
seluruh daerah Timur Tengah lama menjadi satu negara yang membentang mulai dari
India hingga Laut Tengah.
Cyrus
adalah seorang pemimpin yang punya kebolehan bidang militer. Tetapi yang lebih
menonjol adalah kebijaksanaan dalam memerintah. Dia terkenal amat toleran serta
menjauhkan diri dari sifat kejam dan ganas. Cyrus Yang Agung terkenal sebagai pemerintah
pertama yang mewujudkan undang-undang mengenai hak-hak kemanusian yang tertulis
di atas artefak yang dikenal dengan Silinder Cyrus.[3]
Pada zamannya, perbudakan dilarang dikawasan-kawasan taklukannya. Begitu
baiknya Cyrus telah menjalankan tugasnya sehingga sesudah matinya pun
Kekaisaran Persia meneruskan perluasan daerah kekuasaan hingga 200 tahun sampai
di taklukan oleh Alexander Yang Agung.
Kehidupan Bangsa Persia
A.
Ciri-ciri
Bangsa Persia
Bangsa
Persia pada umumnya hidup nomaden. Mereka tinggal di kemah-kemah dan
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya demi mencari rerumputan
segar dan keadaan cuaca yang lebih baik setiap tahun. Hal inilah yang membentuk
watak bangsa Persia menjadi keras, individualis, dan terkadang merampok sanak
saudaranya yang lebih beradab.
Namun,
dalam perkembangannya, bangsa Persia mengalami kejemuan dalam menjalani
kehidupan itu. Akhirnya mereka hidup menetap dan bertani. Bahkan dalam bidang
pertanian bangsa Persia memiliki irigasi dengan
sebutan Kareze yang membagun irigasi buka tutup di bawah kanal. mereka hanya
membuka kanal pada saat musim kemarau. sistem ini sangat kompleks dan pada mulanya
gagal diterapkan, tapi setelah melalu beberapa perbaikan, akhirnya bisa
mengairi tanaman secara benar. Hidup di alam bebas dengan memperhatikan
kepemilikan di antara para pemukim, yang kemudian membentuk kehidupan bangsa Persia
menjadi bangsa yang berhati ikhlas, pemurah, dan suka menjamu tamu. Di samping
itu, bangsa Persia juga sangat mencintai ilmu pengetahuan, yang pada akhirnya
membawa bangsa ini menjadi bangsa yang mandiri dan independen, tidak bergantung
pada bangsa Arab yang mayoritas menempati wilayah Timur Tengah. Mata
pencaharian bangsa Persia kini di samping bertani adalah berternak biri-biri
dan kambing.
Secara
fisik, mereka memiliki postur tubuh yang tegap, besar dan tinggi, berambut
keriting dan hidung mancung. Warna kulit mereka merupakan perpaduan antara
putih Eropa dan kuning langsat Asia.
B.
Bahasa
Bangsa Persia
Bahasa
yang digunakan bangsa Persia adalah bahasa Persia sendiri, yang merupakan
bahasa tertua di dunia, termasuk jika dibandingkan dengan bahasa Arab. Bangsa
Persia kini tersebar di wilayah Iran dan sekitarnya. Karena itu, tidaklah
mengherankan jikalau bahasa Persia merupakan bahasa resmi Iran, juga
Afghanistan dan Tajikistan. Sementara itu, bahasa Turki, Kurdi, Arab, Lori,
Gilani, Mazandarani, dan Baluchi, merupakan bahasa setempat bangsa minoritas
yang mendiami wilayah Iran.
C.
Sistem
Kepercayaan Bangsa Persia
Sejarah
menyebutkan bahwa agama awal bangsa Persia adalah Zoroastrianisme.[4]
Agama Zoroaster ini mempunyai dua jenis sekte, yakni Mani dan Mazdak. Sekte
Mani adalah yang pertama kali mengemukakan gagasan bahwa alam semesta
disebabkan oleh kegiatan setan, dan karenanya pada dasarnya alam itu adalah
jahat. Adapun sekte Mazdak mengajarkan bahwa keanekaragaman hal-hal bersumber
dari campuran dua prinsip yang abadi dan mandiri yang disebutnya Shid (terang)
dan Tax (gelap). Ajaran sekte ini berpendapat bahwa kenyataan percampuran
terang dengan gelap dan pemisahan akhir keduanya, benar-benar aksidental dan
sama sekali bukanlah hasil dari memilih. Tuhan, menurut Mazdak, memiliki sensasi,
dan mempunyai empat energi utama dalam kehadiran abadinya, yaitu daya untuk
membedakan, mengingat, mengerti, dan bahagia.
Menurut
Mazdak, semua manusia adalah sama, dan faham tentang milik perseorangan
diperkenalkan oleh setan jahat, yang tujuannya adalah mengubah jagad raya Tuhan
ini menjadi arena kesengsaraan tanpa akhir. Aspek ajaran Mazdak telah
mengguncang kesadaran Zoroaster, dan pada akhirnya mengakibatkan kehancuran
para pengikutnya, meskipun sang Tuhan telah membuat api kudus, dan bersaksi bagi
kebenaran misinya.
Pemerintahan Bangsa Persia
A.
Aspek
Hukum
Meskipun dapat berlaku kejam seperti raja-raja Semitik di
Asiria dan Babilonia, paling tidak pada mulanya para penguasa Persia tampaknya
berupaya memperlihatkan keadilan dan menjalankan hukum hingga taraf tertentu
sewaktu berurusan dengan bangsa-bangsa taklukan mereka. Agama mereka tampaknya memuat konsep
tertentu tentang etika. Selain Ahura Mazda, dewa utama mereka, dewa penting
lain ialah Mitra, yang tidak hanya dikenal sebagai dewa perang tetapi juga
sebagai dewa perjanjian, yaitu dewa yang mata dan telinganya selalu siap
mengamati orang-orang yang melanggar perjanjian.
Sejarawan Yunani bernama Herodotus, menulis tentang orang
Persia, ”Mereka mendidik anak-anak lelaki mereka sejak usia lima hingga dua
puluh tahun, dan mengajarkan tiga hal saja kepada mereka: menunggang kuda,
memanah, dan mengatakan kebenaran.” Menurut mereka, dusta adalah hal yang
paling menjijikkan.” Walaupun sejarah para penguasa Persia menunjukkan bahwa
mereka tidak sama sekali bebas dari intrik dan sikap bermuka dua, pada dasarnya
mereka berpaut pada prinsip yang menjadi ciri suku mereka, yaitu ’menepati
janji’, dan hal ini terlihat dari keteguhan mereka berpegang pada ”hukum orang
Media dan Persia” yang tidak dapat diubah.
B.
Administrasi Persia
Orang Persia mahir di bidang administrasi dan ini nyata dalam
pengorganisasian Imperium Persia. Selain dewan penasihat pribadi raja, yang
terdiri dari ”tujuh pembesar Persia dan Media” ada para satrap[5]
yang berkuasa atas wilayah-wilayah atau negeri-negeri yang penting, seperti
atas Media, Elam, Partia, Babilonia, Asiria, Arab, Armenia, Kapadokia, Lidia,
Ionia, dan, seraya imperium itu mengembangkan sayapnya, atas Mesir, Etiopia,
dan Libia. Para penguasa distrik ini mendapat otonomi tertentu dalam
pemerintahan distrik mereka, termasuk pengelolaan urusan pengadilan dan
keuangan di daerah mereka. Dalam sebuah distrik, kelihatannya ada gubernur
bawahan untuk distrik-distrik yurisdiksi (yang jumlahnya 127 pada zaman Raja
Ahasweros), dan dalam distrik-distrik yurisdiksi ada pembesar-pembesar dari
berbagai bangsa yang menjadi penduduk distrik itu.
C.
Ibu Kota Persia
Karena imperium itu memiliki kekuasaan kembar, seorang Media
bernama Darius menjadi penguasa kerajaan Khaldea yang kalah, walaupun mungkin tidak
independen dari kekuasaan Cyrus.
Babilon
tetap menjadi kota kerajaan Imperium Media-Persia, sekaligus pusat
keagamaan dan perdagangan. Akan tetapi, karena para
penguasa Persia tidak tahan dengan musim panas yang begitu menyengat
di sana, Babilon sering kali hanya menjadi tempat tinggal selama musim dingin.
Ada bukti arkeologis bahwa setelah Babilon ditaklukkan, Kores segera kembali ke
Ekbatana (Hamadan modern), yang letaknya lebih dari 1.900 m di atas permukaan
laut di kaki G. Alwand; di sana, musim dingin dengan salju tebal dan suhu udara yang sangat rendah diimbangi oleh musim panas
yang nyaman. Di Ekbatana inilah memorandum Kores tentang pembangunan kembali
bait di Yerusalem ditemukan beberapa tahun setelah dikeluarkan.
Ibu kota Persia sebelumnya
ialah Pasargade, sekitar 650 km di sebelah tenggara Ekbatana, tetapi pada
ketinggian yang kira-kira sama. Dekat Pasargade, raja-raja Persia, yaitu
Darius, Xerxes, dan Artahsasta Longimanus belakangan mendirikan Persepolis,
sebuah kota kerajaan, memperlengkapinya dengan jaringan terowongan
bawah tanah yang luas, tampaknya untuk memasok air bersih. Ibu kota lainnya ialah Susa (Syusyan) yang berada di dekat
S. Khoaspes (Karkheh) di Elam kuno, menempati bagian tengah yang strategis
di antara Babilon, Ekbatana, dan Persepolis. Di sini Darius Agung mendirikan
istana megah yang umumnya menjadi tempat tinggal pada musim dingin, sebab
seperti di Babilon, suhu udara di Susa sangat tinggi pada musim panas. Akan
tetapi, seraya waktu berlalu, Susa lebih sering berfungsi sebagai pusat
administratif imperium itu.
Zarathustra
Perlu
diketahui, bahwa bangsa Persia sebelum menganut paham Zoroastrisme, mereka
menganut paham paganisme, [6]
pholiteisme, [7]
dinamisme, [8]
dan animisme.[9] Zarathustra
adalah seorang pembawa ajaran Zoroaster, ia lahir di sebelah Utara tanah Iran,
tepatnya di kota Azarbaijan. Ayahnya bernama Porushop Spitama, dari suku spitam
dan Ibunya, Dughdova. Menurut sejarah, Zarathustra lahir dari ibunya yang masih
dalam keadaan perawan, belum tersemtuh ayahnya. Pada saat kelahirannya, kepala
kaum majus di tanah Iran bernama Durashan mendadak ketakutan karena ia memiliki
firasat bahwa bayi tersebut akan menghancurkan agama Majusi beserta pemujaan
berhala dan akan memusnahkan kaum Majusi dari permukaan bumi.
Pada
usia tujuh tahun, ia mulai memperoleh pelajaran keagamaan kependetaan secara
lisan karena pada saat itu belum ada pengetahuan menulis. Pada usia 15 tahun,
ia sudah mulai menjadi pendeta. Menjelang usia 20 tahun, ia gemar mengembara
serta membantu orang-orang yang melarat dan kesusahan. Dan pada usia itu ia
dikawinkan oleh ibunya dengan seorang gadis bernama Havivi.
Pada
usia 30 tahun, ia mendapat wahyu yang pertama. Diceritakan pada waktu ia sedang
merayakan musim semi dalam suatu perkumpulan, ia pergi saat fajar ke sungai
untuk mencari air untuk keperluan upacara Haoma. Ia menyebrang ke tengah
sungai untuk mengambil air, ketika hendak mengembil ke pinggir, ia menemukan
dirinya dalam keadaan kesucian ibadat (ritual), muncul dari unsur yang murni,
air, dalam kesegaran fajar musim semi. Ia melihat bayang-bayang di tepian
sungai suatu zat yang berkilauan yang menyebut diri sebagai Vohu
Manah (itikad baik), yang kemudian membawanya kehadapan Tuhan Ahura Mazda
serta lima bentuk badan yang bersinar. Dan saat itulah ia menerima wahyu.
Raja
Vishtaspa menerima baik ajaran Zarathustra, sebab filsafat Zoroaster sejalan
dengan risalah pemikirannya mengenai Tuhan bahwa inti dari gagasan ketuhanan
tidak akan dicapai lantaran adanya perubahan bangsa dan bahasa. Yang
berubah-ubah hanya nama Tuhan yang tunggal untuk seluruh alam. setiap bangsa
menyebutnya dengan nama yang diinginkan.
Setelah
47 tahun dengan usahanya menegakkan kebenaran, nabi besar Iran ini wafat pada
usia 77 tahun. Zarathustra meninggalkan 3 istri, 3 putri, dan 3 putra.
Keyakinan tentang Ahura Mazda, Pengakuan keimanan (Credo/Syahadat) yang harus
diucaokan setiap orang yang beriman dalam agama Zarathustra. Keimanan yang
paling pokok adalah pengakuan terhadap Ahura Mazda. Menurut Zarathustra, alam
semesta ini dikuasai oleh kodrat Maha Bijaksana (Ahura Mazda) serta kodrat
angkara murka (Angro Mainyu). Agar manusia memperoleh keselamatan haruslah
menundukkan diri sepenuhnya kepada Ahura Mazda.
A.
Ahura
dan Mazda
Ahura
Mazda adalah dewa tertinggi dalam kepercayaan Zoroasterisme. Dewa yang
menciptakan surga dan bumi, pemimpin para Amesha Spenta (malaikat / roh suci)
serta ayah dari para Yazata (dewa-dewi). Biasanya Ahura Mazda digambarkan
sebagai seorang pria Semitik berjanggut yang duduk di atas cakram bersayap –
faravahar. Dalam sekte Zurvanite ia adalah anak dari Zurvan, saudara kembar
Angra Mainyu. Dalam sekte Mazdean yang notabene adalah satu-satunya sekte yang
tersisa hingga saat ini, ia keberadannya sudah ada sejak semula, melampaui
Angra Mainyu.
Ahura
Mazda menciptakan manusia pertama di dunia ini. Manusia itu bernama Gayomart,
tapi akhir hidup manusia ini tidak menyenangkan. 3000 tahun setelah
penciptaannya, di periode yang disebut Gumezishn (percampuran), Angra Mainyu
datang ke dunia, menyebarkan wabah penyakit, meracuni tanah dan air, membunuh
hewan-hewan suci (untuk persembahan) dan pada akhirnya membunuh kaum manusia
termasuk di antaranya Gayomart itu sendiri.
Seni dan
Arsitektur Persia
Kesenian
Persia mencerminkan kehidupan di istana. Para penguasa Persia mengukir gambar
timbul yang bagus di batu karang berkaitan dengan kerajaan mereka untuk
merayakan kemenangan mereka dari para musuh. Dalam gambar timbul Behistun,
Darius diperlihatkan sedang mengalahkan para pemberontak (521 SM). Berbagai
gambar timbul kemenangan ini menunjukkan orang asing Yang telah ditaklukkan
sedang mempersembahkan upeti kepada Darius.
Para
penguasa Persia juga membanggakan diri karena istana mereka yang indah-indah.
Koresy mengikuti gaya istana Media di Ekbatana ketika membangun ibu kotanya,
Pasargadae. Raja Darius memilih Persepolis sebagai lingkungan untuk istananya
pada tahun 520 SM. Membangun dan memperindah Persepolis dimulai dengan
pengganti Darius, dan berlangsung sampai kejatuhan Persepolis di bawah Darius
III pada tahun 330 SM.
Istana Golestan adalah contoh utama seni dan arsitektur dalam periode yang signifikan di Persia
Sumber : Internet
Terimakasih sangat membantu tugas saya
ReplyDeletesamasama mbak arum :)
Delete